Friday, May 04, 2012

CINTA SEPANJANG JALAN _ part_6


Perlahan mata ibu
terbuka dan senyum ibu, senyum
yang aku rindu itu, mengukir di
wajahnya. Setelah itu entah
berapa lama kami berpelukan
melepas rindu. Ibu mengusap rambutku, pipinya basah oleh air
mata. Dari matanya aku tahu ibu
juga menyimpan derita yang
sama, rindu pada anaknya yang
telah sekian lama tidak berjumpa.
"Maafkan Rini, Bu.." ucapku berkali-kali, betapa kini aku
menyadari semua kekeliruanku
selama ini.

------THE END--------


CINTA SEPANJANG JALAN _ part_5


Melihat ibu khusu'
tahajud di tengah malam atau berkali-kali mengkhatamkan
alqur'an adalah pemandangan
biasa buatku. Ah..teringat ibu
semakin tak tahan aku
menanggung rindu. Entah sudah
berapa kali kutengok arloji dipergelangan tangan. Akhirnya setelah menyelesaikan
semua urusan boarding-pass di
bandara Narita, aku harus
bersabar lagi di pesawat. Tujuh
jam perjalanan bukan waktu
yang sebentar buat yang sedang memburu waktu seperti aku.
Senyum ibu seperti terus
mengikutiku. Syukurlah, Window-
seat, no smoking area, membuat
aku sedikit bernafas lega, paling
tidak untuk menutupi kegelisahanku pada penumpang
lain dan untuk berdzikir
menghapus sesak yang memenuhi
dada. Melayang-layang di atas
samudera fasifik sambil berdzikir
memohon ampunan-Nya membuat aku sedikit tenang. Gumpalan
awan putih di luar seperti
gumpalan-gumpalan rindu pada
ibu. Yogya belum banyak berubah.
Semuanya masih seperti dulu
ketika terakhir aku
meninggalkannya. Kembali ke
Yogya seperti kembali ke masa
lalu. Kota ini memendam semua kenanganku. Melewati jalan-jalan
yang dulu selalu aku lalui, seperti
menarikku ke masa-masa silam
itu. Kota ini telah
membesarkanku, maka tak
terbilang banyaknya kenangan didalamnya. Terutama kenangan-
kenangan manis bersama ibu
yang selalu mewarnai semua
hari-hariku. Teringat itu, semakin
tak sabar aku untuk bertemu
ibu. Rumah berhalaman besar itu
seperti tidak lapuk dimakan
waktu, rasanya masih seperti
ketika aku kecil dan berlari-lari
diantara tanaman-tanaman itu,
tentu karena selama ini ibu rajin merawatnya. Namun ada satu
yang berubah, ibu... Wajah ibu masih teduh dan bijak
seperti dulu, meski usia telah
senja tapi ibu tidak terlihat tua,
hanya saja ibu terbaring lemah
tidak berdaya, tidak sesegar
biasanya. Aku berlutut disisi pembaringannya, "Ibu...Rini
datang, bu..", gemetar bibirku
memanggilnya. Ku raih tangan ibu
perlahan dan mendekapnya
didadaku. Ketika kucium
tangannya, butiran air mataku membasahinya.


CINTA SEPANJANG JALAN _ part_4


Terus terang kehidupan remaja Jepang yang
kian bebas membuatku khawatir
sekali. Tapi menurut Yuka hal itu
biasa, pamit atau selalu lapor
padaku dimana dia berada,
menurutnya membuat ia stres saja. Ia ingin aku
mempercayainya dan memberikan
kebebasan padanya. Menurutnya
ia akan menjaga diri dengan
sebaik-baiknya. Untuk
menghindari pertengkaran semakin hebat, aku mengalah
meski akhirnya sering memendam
gelisah. Riko juga begitu, sering ia tak
menggubris nasehatku, asyik
dengan urusan sekolah dan
teman-temannya. Papanya tak
banyak komentar. Dia sempat
bilang mungkin itu karena kesalahanku juga yang kurang
menyediakan waktu buat mereka
karena kesibukan bekerja.
Mereka jadi seperti tidak
membutuhkan mamanya. Tapi aku
berdalih justru aku bekerja karena sepi di rumah akibat
anak-anak yang berangkat
dewasa dan jarang di rumah.
Dulupun aku bekerja ketika si
bungsu Riko telah menamatkan
SD nya. Namun memang dalam hati ku akui, aku kurang bisa
membagi waktu antara kerja dan
keluarga. Melihat anak-anak yang
cenderung semaunya, aku
frustasi juga, tapi akhirnya aku
alihkan dengan semakin
menenggelamkan diri dalam
kesibukan kerja. Aku jadi teringat masa remajaku. Betapa
ku ingat kini, diantara ke lima
anak ibu, hanya aku yang paling
sering tidak mengikuti
anjurannya. Aku menyesal.
Sekarang aku bisa merasakan bagaimana perasaan ibu ketika
aku mengabaikan kata-katanya,
tentu sama dengan sedih yang
aku rasakan ketika Yuka jatau
Riko juga sering mengabaikanku.
Sekarang aku menyadari dan menyesali semuanya. Tentu sikap
kedua puteri ku adalah
peringatan yang Allah berikan
atas keteledoranku dimasa lalu.
Aku ingin mencium tangan ibu.... Di luar salju semakin tebal,
semakin aku tak bisa melihat
pemandangan, semua menjadi
kabur tersaput butiran salju
yang putih. Juga semakin kabur
oleh rinai air mataku. Tergambar lagi dalam benakku, saat setiap
sore ibu mengingatkan kami
kalau tidak pergi mengaji ke
surau. Ibu sendiri sangat taat
beribadah.


CINTA SEPANJANG JALAN _ part_3


Sesaat setelah melompat ke
dalam kereta aku bernafas lega.
Udara hangat dalam kereta
mencairkan sedikit kedinginanku.
Tidak semua kursi terisi di
kereta ini dan hampir semua penumpangterlihat tidur.
Setelah menemukan nomor kursi
dan melonggarkan ikatan syal
tebal yang melilit di leher, aku
merebahkan tubuh yang penat
dan berharap bisa tidur sejenak seperti mereka. Tapi ternyata
tidak, kenangan masa lalu yang
terputus tadi mendadak kembali
berputar dalam ingatanku. Ibu..ya betapa kusadari kini
sudah hampir empat tahun aku
tak bertemu dengannya. Di
tengah kesibukan, waktu terasa
cepat sekali berputar. Terakhir
ketika aku pulang menemani puteriku, Rikako dan Yuka,
liburan musim panas. Hanya dua
minggu di sana, itupun aku masih
disibukkan dengan urusan kantor
yang cabangnya ada di Jakarta.
Selama ini aku pikir ibu cukup bahagia dengan uang kiriman ku
yang teratur setiap bulan.
Selama ini aku pikir materi cukup
untuk menggantikan semuanya.
Mendadak mataku terasa panas,
ada perih yang menyesakkan dadaku."Aku pulang bu, maafkan
keteledoranku selama ini�c" bisikku perlahan. Cahaya matahari pagi meremang.
Kereta api yang melesat cepat
seperti peluru ini masih terasa
lamban untukku. Betapa masih
jauh jarak yang terentang. Aku
menatap ke luar. Salju yang masih saja turun menghalangi
pandanganku. Tumpukan salju
memutihkan segenap penjuru.
Tiba-tiba aku teringat Yuka
puteri sulungku yang duduk di
bangku SMA kelas dua. Bisa dikatakan ia tak berbeda dengan
remaja lainnya di Jepang ini.
Meski tak terjerumus
sepenuhnya pada kehidupan
bebas remaja kota besar, tapi
Yuka sangat ekspresif dan semaunya. Tak jarang kami
berbeda pendapat tentang
banyak hal, tentang norma-
norma pergaulan atau bagaimana
sopan santun terhadap orang
tua. Aku sering protes kalau Yuka
pergi lama dengan teman-
temannya tanpa idzin padaku
atau papanya. Karena aku dibuat
menderita dan gelisah tak
karuan dibuatnya.


CINTA SEPANJANG JALAN _ part_2


Kesibukanku bekerja di sebuah
perusahaan swasta di kawasan
Yokohama, ditambah lagi
mengurus dua puteri remajaku, membuat aku seperti tenggelam
dalam kesibukan di negeri sakura
ini. Inipun aku pulang setelah
kemarin menyelesaikan sedikit
urusan pekerjaan di Tokyo. Lagi-
lagi urusan pekerjaan. Sudah hampir duapuluh tahun
aku menetap di Jepang.
Tepatnya sejak aku menikah
dengan Emura, pria Jepang yang
aku kenal di Yogyakarta, kota
kelahiranku. Pada saat itu Emura sendiri memang sedang di Yogya
dalam rangka urusan kerjanya.
Setahun setelah perkenalan itu,
kami menikah. Masih tergambar jelas dalam
ingatanku wajah ibu yang
menjadi murung ketika aku
mengungkapkan rencana
pernikahan itu. Ibu meragukan
kebahagiaanku kelak menikah dengan pria asing ini. Karena
tentu saja begitu banyak
perbedaan budaya yang ada
diantara kami, dan tentu saja ibu
sedih karena aku harus berpisah
dengan keluarga untuk mengikuti Emura. Saat itu aku berkeras
dan tak terlalu menggubris
kekhawatiran ibu.
Pada akhirnya memang benar
kata ibu, tidak mudah menjadi
istri orang asing. Di awal
pernikahan begitu banyak
pengorbanan yang harus aku
keluarkan dalam rangka adaptasi, demi keutuhan rumah
tangga. Hampir saja biduk rumah
tangga tak bisa kami
pertahankan. Ketika semua
hampir karam, Ibu banyak
membantu kami dengan nasehat- nasehatnya. Akhirnya kami
memang bisa sejalan. Emura juga
pada dasarnya baik dan
penyayang, tidak banyak
tuntutan. Namun ada satu kecemasan ibu
yang tak terelakkan, perpisahan.
Sejak menikah aku mengikuti
Emura ke negaranya. Aku sendiri
memang sangat kesepian diawal
masa jauh dari keluarga, terutama ibu, tapi kesibukan
mengurus rumah tangga
mengalihkan perasaanku. Ketika
anak-anak beranjak remaja, aku
juga mulai bekerja untuk
membunuh waktu. Aku tersentak ketika mendengar
pemberitahuan kereta Narita
Expres yang aku tunggu akan
segera tiba. Waktu seperti terus
memburu, sementara dingin
semakin membuatku menggigil.


CINTA SEPANJANG JALAN _ part_1


Di stasiun kereta api bawah
tanah Tokyo, aku merapatkan
mantel wol tebalku erat-erat.
Pukul 5 pagi. Musim dingin yang
hebat. Udara terasa beku
mengigit. Januari ini memang terasa lebih dingin dari tahun-
tahun sebelumnya. Di luar salju
masih turun dengan lebat sejak
kemarin. Tokyo tahun ini
terselimuti salju tebal,
memutihkan segenap pemandangan.
Stasiun yang selalu ramai ini
agak sepi karena hari masih pagi.
Ada seorang kakek tua di ujung
kursi, melenggut menahan
kantuk. Aku melangkah perlahan
ke arah mesin minuman. Sesaat setelah sekeping uang logam aku
masukkan, sekaleng capucino
hangat berpindah ke tanganku.
Kopi itu sejenak menghangatkan
tubuhku, tapi tak lama karena
ketika tanganku menyentuh kartu pos di saku mantel,
kembali aku berdebar. Tiga hari yang lalu kartu pos ini
tiba di apartemenku. Tidak
banyak beritanya, hanya sebuah
pesan singkat yang dikirim
adikku, "Ibu sakit keras dan ingin
sekali bertemu kakak. Kalau kakak tidakingin menyesal,
pulanglah meski sebentar,
kak�c". Aku mengeluh perlahan membuang sesal yang bertumpuk
di dada. Kartu pos ini dikirim Asih
setelah beberapa kali ia
menelponku tapi aku tak begitu
menggubris ceritanya. Mungkin ia
bosan, hingga akhirnya hanya kartu ini yang dikirimnya. Ah,
waktu seperti bergerak lamban,
aku ingin segera tiba di rumah,
tiba-tiba rinduku pada ibu tak
tertahan. Tuhan, beri aku waktu,
aku tak ingin menyesal,
Sebenarnya aku sendiri masih
tak punya waktu untuk pulang.


ARTI SEBUAH SENYUMAN-3


“hay maaf ya lama nunggunya”.
“kenalin ini temanku Tasya imutkan ?”
Mereka tersenyum
“hay aku Nugi pacar Nita”senyumnya sambil memberikan tangannya padaku
“tasya”ujarku yang tersenyum terpaksa

“aku Yudis temanya Nita dan Nugi”senyumnya yang juga memberikan tanganya
“tasya”kami pun bersalaman. Aku seperti orang bodoh berada ditengah tengah orang yang sedang saling jatuh cinta, aku iri nita tertawa lepas.sedangkan aku hanya diam tak ada yang bisa buat aku tersenyum seperti nita. Yudis mendekatiku dan memberikan selembar kertas yang berisipuisi
Arti Hidup
semuanya terasa begitu hamoa
tak ada lagi klasih sayang yang kurasakan
ini begitu sulit ini begitu asing bagiku

________________________________________________ THE END _________________________________________


ARTI SEBUAH SENYUMAN-2


Aku melihat bunda begitu sehat tersenyum indah padaku memakai baju putih yang indah disebuah padang ruput yang hijau, aku berlari dengan senyuman. Tapi bunda semakin menjauh, aku mulai gelisah dan terus berlari tapi bunda terus menjauh aku mulai menangis dan aku terbangun , itu hanya mimpi. .
“tasya. . . kamu sudah sadar”Tanya bibiku
“bunda dimana?”tanyaku pada bibi. Dia memelukku dengan tangisannya
“tasya ibumu sudah dimakamkan, tasya kamu harus kuat dalam menjalani cobaan hidupmu. Bibi yakin kamu pasti bisa melewati ini semua”Bibi menangis membasahi bajuku. Aku tterdiam sekarang aku sendiri bunda sudah ada dalam pelukan-Nya. Maaf bunda Tasya tak bisa mengantar bunda . aku menangis bersama pelukan Bibi.

***
Sudah seminggu setelah bunda pergi, aku menjadi pendiam tak ada senyuman lagi dimulutku ini, tak ada keceriaan yang tampak diwajahku yang ada hanya kesedihan. Di sekolah aku menjadi penyendiri walau sahabat-sahabatku selalu menyemangatiku tapi itu tak bisa merubah segalanya.
“Tasya kamu mau ikut aku ketemu dengan Nugi, dia bawa temannya yang menurutku dia baik. Ayolah Sya ikut aku ya” ujar temanku yang menarik-narik tanganku.
Aku menghela napas “hah”.

“maaf Nita aku gag bisa, aku lagi gag mood”ujarku dengan wajah murung
Dia menarik tanganku.

“pokoknya kamu harus ikut, mereka nunggu kita di taman ” Nita memaksaku ikut , ya apa boleh buat aku pun mengikuti keinginannya.
Kita sudah sampai ditaman di tengah sekolah kami.
Terlihat dua orang pria yang tersenyum pada kita. Ku lihat Nita sangat senang bertemu sang pujaannya.


ARTI SEBUAH SENYUMAN


Hujan turun begitu deras saat bunda pergi kedalam pelukan-Nya. Air mata tak bisa berhenti mengalir seperti hujan yang tak henti jatuh , saat kulihat wajah bunda yang tersenyum damai. Aku terus menatap mata bunda, mata yang selalu membuat diri ini tersenyum, tapi senyuman ku sekarang terkunci rapat. Hanya tangisan dan teriakan yang menyebut “BUNDA”. Seseorang yang taka sing lagi datang menghampiriku seseorang yang dulu menggoreskan lukadihatiku dan yang lebih menyakitkan dihati bunda. Seseoranng itu adalah Ayahku sendiri yang meninggalkan kami disaat bunda sedang sakit gara-gara wanita yang membuatnya buta. Aku tak ingin dia menatap wajah bunda yang begitu suci tak ingin wajah bunda yang begitu damai bertemu dengan lelaki seperti dia yang telah membuat bunda semakin parah penyakitnya dan sampai bunda dibawa oleh yang di atas.

“pergi kamu jangan dekati bundaku”teriakku menghalangi tubuh bunda yang sudah kaku.
“tasya maafkan ayah ”dia berusaha memelukku tapi aku melepaskan pelukan itu
“ayah? ”aku tertawa kecut
“ayahku sudah mati, mati karena wanita lain sekarang aku anak yatim piatu. Anda puas”aku membentak dengan tangisan yang tak bisa dibendung.
“tasya sudahlah biarkan ayahmu melihat bundamu”ujar bibiku.

“tasya tak rela kalau orang ini melihat wajah bunda yang begitu damai, tasya tak mau bunda menangis bibi ”aku semakin menangis. Tubuhku lemas, dan “BRUGGG” tubuh lemahku terjatuh pingsan.


Cerpen666

-Cerpen666-Only-

RECENT POSTS

Cerpen666-blog-

POPULAR POSTS

Cerpen666-
 

LOVE IS TO ACCEPT OTHERS FOR WHAT THEY ARE Copyright © 2011-2012 BloggerTemplate is Designed by Cerpen666